oleh

Adakah Risiko Tinggal dalam Apartemen Mungil?

image_pdfimage_print

Kabar6-Sudah menjadi hal umum di kota-kota besar, apartemen mungil merupakan salah satu solusi terbatasnya lahan tempat tinggal.

Sama halnya dengan kota-kota metropolis dunia, seperti New York, yang mengakalinya dengan membangun micro-unit apartemen dengan luas antara 23-34 meter persegi.

“Micro apartemen seperti ini bisa jadi solusi untuk kaum profesional usia 20-an,” kata Dak Kopec, Director of Design di Boston Architectural College. Namun Kopec juga menjelaskan, micro apartemen bisa jadi sangat tidak menyehatkan bagi pekerja dengan usia lebih dari 20 tahun.

“Namun bisa jadi sangat tidak menyehatkan bagi pekerja dengan usia lebih dari itu, terutama 30-an dan 40-an, yang mengalami faktor stres jika dihadapkan dengan tempat tinggal yang mungil,” kata pria yang juga penulis buku ‘Environmental Psychology for Design’ tersebut.

Berdasarkan penelitian Dak Kopec, melansir Kompas, stres yang disebabkan oleh tempat tinggal mungil bahkan bisa meningkatkan kemungkinan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Ya, apartemen yang hadir di kota-kota besar terkadang berukuran sangat mungil, sehingga tidak bisa mengakomodir barang-barang utama seperti tempat tidur, meja, dan sofa dalam satu ruangan.

Ini berarti tinggal di apartemen mungil bisa jadi menambah pekerjaan rutin Anda. Mulai dari melipat tempat tidur, atau memasukkan meja makan ke dinding seperti semula.

Mulanya Anda mungkin tidak merasa hal ini bermasalah. Semakin lama, menurut Kopec, kebiasaan-kebiasaan baru ini bisa jadi memberatkan. Melipat tempat tidur dan meja setiap hari, pada satu waktu, akan menjadi rutinitas yang memberatkan karena tingkat stres yang tinggi pada pekerjaan.

Susan Saegert, Professor of Environmental Psychology di CUNY Graduate Center, mengatakan bahwa tinggal di apartemen mungil bisa jadi gangguan untuk penghuni lainnya. Terutama jika Anda merupakan bagian dari keluarga dengan satu anak, yang tinggal dalam apartemen seluas 27 meter persegi.

“Saya belajar tentang perkembangan anak-anak di apartemen yang padat dan rumah susun. Mayoritas dari mereka memiliki kesulitan dalam konsentrasi dan belajar,” kata Susan, yang juga merupakan Director of Housing Environments Research Group.

Permasalahan utama pada keluarga yang tinggal di apartemen terletak pada minimnya privasi. Padahal, ada satu nilai penting yang harus diaplikasikan dalam sebuah keluarga. Nilai tersebut adalah mengomunikasikan tujuan di masa depan, yang para ilmuwan sebut sebagai identity claims.

“Ketika hidup di apartemen mungil, kita terpaksa untuk memikirkan hal-hal fungsional seperti apakah ada ruang kosong untuk menyimpan kulkas. Padahal sebuah apartemen juga harus memenuhi kebutuhan psikologis, seperti ekspresi diri dan relaksasi. Hal itulah yang sulit didapatkan di apartemen mungil,” jelas Profesor Psikologi di University of Texas, Samuel Gosling. ** Baca juga: Mengapa Ada Orang yang Sangat Takut pada Badut?

Kota metropolis seperti New York telah berkutat dengan pro-kontra apartemen mungil selama berpuluh tahun lamanya. Namun permasalahan baru selalu muncul, seperti sharing apartemen dengan orang lain secara ilegal, dan munculnya zonasi apartemen yang menghasilkan lingkungan kurang memadai untuk hidup nyaman.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email