oleh

48 Tahun Basarnas dan Jejak Kemampuannya Di Banten

image_pdfimage_print

Kabar6-Basarnas berulang tahun ke 48. Sebelum menjadi Kantor SAR dalam dua tahun lebih kebelakang, Banten dahulunya hanya memiliki Pos SAR. Kini, personelnya hanya 30 orang, 20 orangnya sebagai rescuer atau penyelamat.

Masih jauh dari kata ideal, Basarnas Banten harus menghadapi dan melakukan operasi kemanusiaan dengan tugas yang tidak ringan dalam kurun waktu dua tahun terahir. Seperti tsunami senyap atau silent tsunami tahun 2018.

Tsunami yang awalnya disebut BMKG sebagai gelombang pasang itu, ternyata disebabkan oleh runtuhnya sebagian besar tubuh Gunung Anak Krakatau (GAK) setelah ‘batuk’ berhari-hari. Hingga menyapu pesisir Banten, Kabupaten Serang dan Pandeglang.

Kala itu, Basarnas Banten juga mendapatkan bantuan dari Basarnas Jakarta, Bandung, dan juga Basarnas Pusat. Bekerjasama dengan berbagai institusi dan relawan, hampir 500 korban berhasil di evakuasi.

“Terutama di 2018, operasi SAR bencana tsunami, silent tsunami. Secara pelaksanaan bisa berjalan dengan baik dan lancar, walaupun tentunya banyak hal pelajaran buat kami. Di tsunami 2018 ini secara personel kami rescuer hanya 20 orang, ditambah tenaga pendukung hanya sekitar 30 orang saja. Hal yamg penting atau point paling penting bantuan dari stakeholder, baik TNI, Polri, BPBD, BNPB, Tagana, PMI dan potensi SAR lainnya, ini luat biasa membantu kami. Sehingga semua operasi SAR bisa berjalan dengan lancar,” kata Kepala Kantor SAR Banten, Zaenal Arifin, ditemui dikantornya, Jumat (28/02/2020).

Kemudian memasuki tahun 2019, Basarnas bertanggungjawab melakukan pencarian tiga penyelam yang hilang disekitar perairan Pulau Sangiang.

Ketiga penyelam itu berasal dari China dan Singapura. Salah satu korbannya merupakan petinggi PT Wuling Motor Indonesia sebagai produsen mobil Wuling.

Selama 13 hari pencarian, hanya ada satu jenazah yang ditemukan bernama Nam Wan Bingyang, seorang penyelam berkewarganegaraan China.

“Pengalaman lain yang saya pikir juga butuh konsentrasi lebih, karena memang pada saat itu melibatkan WNA yang menjadi korban, perhatian dan targetnya bukan hanya nasional, tapi juga internasional. Hal ini pelajaran kedua bagi kami, dengan jenis kejadian yang berbeda,” terangnya.

Peristiwa besar ketiga terjadi di awal tahun 2020. Usai di guyur hujan lebat pada tanggal 31 Desember 2019, Kabupaten Lebak diterjang tanah longsor dan banjir bandang yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan dua lainnya hilang.

Korban hilang pertama bernama Rizky (5), yang di duga hanyut saat banjir bandang menerjang perkampungannya di Kecamatan Lebak Gedong. Kemudian korban hilang kedua bernama Muhadi.

Dia di duga tertimbun material longsoran saat akan berangkat menambang emas, namun ditengah jalan longsor menimpa dirinya dan motor yang dikendarainya.

Pencarian para korban sudah dilakukan Basarnas bersama TNI, Polri, dan relawan lainnya dengan menggunakan perahu karet dan menyusur Daerah Aliran Sungai (DAS) sejak dari Lebak Gedong hingga ke Waduk Karian, namun tak menemukan korban lain.

Di Waduk Karian, banyak sampah menumpuk, terutama potongan kayu. Setelah di keruk, tetap tidak menemukan korban lainnya.

“Memang korban jiwa tidak terlalu banyak, korban jiwa sembilan, kemudian dua di nyatakan hilang. Dalam pelaksanaan pencarian, kami terbantu sekali dengan jajaran TNI AD, kemudian Polri, kita lakukan bersama-sama,” jelasnya.

Berbagai macam musibah dan Medan pencarian, diharapkan Zaenal semakin melatih profesionalitas, kekompakkan dan kemampuan Basarnas Banten ditengah keterbatasan yang ada.**Baca juga: Basarnas Banten Tangani Dua Orang Hilang Terseret Air.

“(Tim) Rescuer nya harus betul-betul terlatih, agar dalam pelaksanaan pencarian bisa semakin profesional,” ujarnya.(Dhi)

Print Friendly, PDF & Email