oleh

16 Ribu Warga Banten Belum Terima Sertifikat Rumah KPR

image_pdfimage_print

Kabar6-Sebanyak 16 ribu nasabah perumahan KPR di Provinsi Banten belum mendapatkan sertifikat, meski sudah beres mengangsur.

Kejadiannya tersebar disejumlah wilayah Kabupaten/kota di Provinsi Banten, ribuan nasabah bank BTN belum memperoleh sertifikat rumah, meski sudah membayar sesuai batas waktu yang disepakati antara pihak developer, BTN dan nasabah.

Demikian hal itu terungkap saat release terkait penanganan laporan lemilihan kepala desa di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tangerang Tahun 2019, serta laporan terkait penundaan berlarut pemberian sertifikat di beberapa Wilayah oleh Kantor BTN Cabang Tangerang dan Cabang Kota Cilegon, di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Rabu (11/12/2019).

Plt Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Teguh P Nugroho mengaku, ketengah serius menyelidiki kasus belum diserahkanya sertifikat perumahan KPR di Provinsi Banten, dari pihak Bank BTN kepada para pemiliknya, meski sudah menyelesaikan tagihannya, sesuai batas waktu yang disepakati bersama antara pihak perbankan dengan nasabah.

Tidak tanggung-tanggung, kata Teguh, sertifikat yang belum diserahkan kepada para pemiliknya tersebut jumlahnya mencapai Rp16 ribu.
“Menurut kepala cabang BTN Banten saja, sesuai yang saya terima ada 16 ribu sertifikat yang belum diberikan kepada nasabahnya BTN ketika mereka melunasi KPRnya,” kata Teguh.

Angka tersebut, lanjut Teguh, berbanding lurus dengan laporan yang masuk ke Ombudsman perwakilan Banten, mengenai banyaknya nasabah bank BTN yang belum menerima sertifikat rumahnya, meski sudah rampung dengan cara dicicil.

Sebelumnyapun, lanjut Teguh, pihaknya telah melakukan pemanggilan kepada pihak bank BTN cabang Banten. Namun, bank BTN berkilah jika masalah tersebut merupakan masalah antara pihak developer dengan nasabah. Bukan pada Bank BTN.

“BTN berkilah masalah itu adalah masalah antara pihak developer dengan nasabah,” katanya.

Atas kondisi itu, Ombudsman menilai pihak bank BTN lari dari tanggung jawabnya, karena seharusnya bank BTN bisa mengamankan seluruh asetnya, termasuk dalam mengamankan aset lahan KPR yang diagunkan kepada para nasabahnya sendiri.

“Karena seharusnya, ketika transaksi KPR, BTN selaku bank harusnya melakukan pemeriksaan terkait dengan keabsahan agunan. BTN dinilai melalukan maladministrasi berupa kelalaian untuk prinsip kehati-hatian dalam memastikan agunannya sudah clean and clear,” katanya.

Atas kejadian tersebut, pihaknya menilai, bank BTN dan Notaris yang terlibat pada saat akad perjanjuan jual beli kredit perumahan, lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, sehingga dapat merugikan pihak orang lain.

Oleh karena itu, pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat yang akan mengajukan kredit perumahan untuk lebih berhati-hati lagi, sebelum mengajukan akad kredit perumahan, dengan lebih dulu menanyakan pecahan sertifikat rumah yang akan diajukan agar bisa dikredit nantinya.

**Baca juga: Ombudsman Banten: Waspadai Pengembang Perumahan Bodong.

Hal itu untuk menghindari kejadian, nasabah bank tidak mendapatkan sertifikat rumahnya, meski sudah beres mengangsur, karena sertifikat induk perumahan yang diagunkan masih menjadi satu kesatuan, belum dipecah-pecah sesuai luas tanah yang dikreditkan kepada nasabah

Selain itu, untuk menghindari kejadian sertifikat induk berubah kepemilikannya kepada orang lain, bukan kepada para nasabah yang sebelumnya telah mencicilil, karena status kepemilikan awalnya belum jelas, dan akhirnya dijual.kepadanorang lain. Lagi-lagi, nasabah perumahan yang rugi.(Den)

Print Friendly, PDF & Email